Pengertian
-
-
Dayak Bisomu;
Lembaga yang ada di Suku Bisomu yaitu Lembaga Pemerintahan Desa sampai ke Dusun dan Lembaga Adat. Berikut ini adalah struktur masing-masing lembaga tersebut:
Peran kewenangan masing-masing Lembaga :
1. Pemerintahan Kampung dulu: Kepala Kampung di bantu oleh Kebayan mengurus hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan dan pembangunan kampung. Juga ikut serta dalam penyelesaian masalah-masalah, tetapi tidak dapat memutuskan adat. Pengurus berperan dalam hal-hal seperti adat istiadat, rukun adat, dan hukum adat yang ringan.
2. Lembaga Adat dulu: Temenggung, Mangu, Pateh, dan Perabu berwenang menyelesaikan perkara adat sesuai dengan tingkatan kewenangannya.
3. Pemerintah Kampung sekarang: Kepala Desa berwenang membuat aturan/kebijakan pemerintah desa, serta hal-hal yang berkaitan dengan pemerintah Desa sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan tentang pemerintah desa. Kepal dusun, ketua RT/RW, melaksankan ketentuan-ketentuan pemerintah desa, tidak berhak untuk memutuskan perkara adat. Mereka hanya sebagai pemberi masukan.
4. Kelembagaan Adat sekarang: Temenggung berwenang mengadili perkara adat yang berat dalam wilayah kedesaa yaitu adat 8 buah, yakniadat pati sampai pati nelima. Pengurus, ketua RT dapat menyelesaikan perkara adat yang ringan dalam dusunya, 1 buah sampai 4 buah. Sumber ..... Buku Mengenal Sistem Peradilan Adat......Hal...32-33
-
-
-
Dayak Peruwan;
Buku mengenal sistem peradilan adat. hal.218-220.
-
Dayak Peruwan;
Macan (kepala suku) pertama orang Peruwan adalah Macan Bulu Layuk. Pateh pertama di suku ini adalah Pateh Duget, sedangkan Temenggung pertama adalah Temenggung Reja di kampung Topis. Temenggung berikutnya adalah Temenggung Gareng yang juga berada di kampung Topis.
Temenggung III adalah Temenggung Sontok yang ada di kampung Mandong (istrinya bernama Macan Dungen). Temenggung IV adalah Temenggugn Adi, Temenggung V yang merupakan anak dari Temenggung Adi bernama Saleh, yang kemudian diganti oleh Temenggung Kanan yang diangkat menjadi Temenggung hingga sekarang (tahun 2005).
Temenggung adalah orang yang berkuasa dan berhak memutuskan serta mengadili perkara dari 2 x 8 real (untuk kasus laki-laki yang mengawini anak gadis) sampai pati nyawa (66 real), pencurian, perangkat (mengambil gadis) perangkon-mengambil istri atau suami orang (untuk suami atau istri yang sudah berkeluarga dan menikah dengan istri atau suami kawan).
Mangku Adat adalah orang yang membantu Temenggung dalam mengurusi adat uang sampai 6 real saja untuk kasus-kasus ringan. Untuk kasus-kasus berat seperti pati nyawa boleh diputuskan tetapi harus dilaporkan ke Temenggung, dengan catatan Temenggung berhalangan.
Pateh adalah orang yang memutuskan adat 2 real saja. Boleh saja mengurusi adat yang lebih tinggi tetapi dia harus menyerahkan uang adat kepada pengurus di atasnya yang sesungguhnya berwenang.
Lawang Agung dan Penyancang Radang adalah orang yang mengurusi adat yang paling kecil yaitu mulai dari adat Calek (adat terkecil no dua setelah Robanyu) – Sinung Raya (adat terkecil yang lebih tinggi dari Calek). Tugasnya memutuskan pesta/gawai seperti sunat, perkawainan rampuk (sambil menikah adat juga dilakukan ritual sunat). Yang ditentukan adalah jenis tuan rumah atau yang akan pesta menghubungi.
Mata Laya (pangkat) adalah orang yang berwenang menentukan batas wilayah adat (sekarang termasuk wilayah Kec.), karena dianggap paling memahami wilayah. Contohnya penetuan batas wilayah Landak – Tayan, bisa juga menjadi pengerak massa atau masyarakat sat genting karena biasanya yang digelari Mata Laya adalah orang yang diyakini memiliki kekuatan Alemia 9 orang yang dianggap sebgai Kepala Suku dan mempunyai Kharisma yang luarbiasa, yang menguasai dan membentuk batas wilayah Tayan Landak, dan Sanggau – Tayan). Orang luar (Kebaho, Mak Pompong, Empayang, Parit Lapan, Suku Belantian temasuk suku Banyuke) meminta wilayah atau meminta untuk mentap. Untuk urusanseperti ini, dia harus selalu berkoordinasi dengan Temenggung dan perangkat adat lainnya dengan membayar adat Minta Idup atau Perimah Tanah untuk membuka atau membuat kampung dan mereka masih boleh menjalankanadatnya (yang asli) sendiri serta menjalankan strukturnya sendiri (contohnya adalah Belantian dan Banyuke). Belantian dan Bnayuke sudah menetap kurang lebih hingga 8 keturunan (sekitar 200 tahun lebih).
Macan adalah gelar yang diberikan kepada orang yang kuat atau orang yang biasanya memimpin suku dalam kayau atau disebut juga Kepala Suku.
Pasirah adalah gelar orang yang berwenang mengurusi adat sama dengan Mangku Adat.
Untuk Jaga, tugas dan peran serta kewenangannya sama sama dengan Jaya. Buku mengenal sistem peradilan adat. hal.218-220.
-
-
-
-
-
-
-
Dayak Pompakng; Penyelesaian Perkara Adat Pada Suku Pompakng
Pada dasarnya, di dalam menyelesaikan perkara adat, Temenggung hanya pemegang kunci keadilan dan memutuskan perkara, namun yang paling utama adalah: pihak yang bertikai harus dapat membuktikan melalui laporan, saksi-saksi, bukti-bukti (diteliti kembali) ke tempat kejadian, waktu kejadian, bagaimana bentuk kejadian tersebut. Juga penyelesaian perkara adat tersebut harus diakui manusia itu sendiri secara turun temurun, karena merupakan hukum rakyat yang mempunyai nilai-nilai sakral/Porih, untuk mengobati yang sakit menjadi sembuh yang dendam menjadi damai. Juga, di dalam penyelesaian perkara adat, sudah merupakan tugas dan wewenang pengurus adat, dan Temenggung Adat yang diberi hak oleh masyarakat untuk menyelesaikan setiap perkara adat, baik perkara kecil maupun perkara besar, sesuai dengan tingkatan-tingkatan dan berdasarkan pengalaman yang sudah pernah terjadi. Adapun tingkatan-tingkatan perkara adat, data dibagi menjadi 3 tingkaran:
1. Perkara adat tingkat bawah (rendah).
Perkara adat yang masih hak dan wewenang pengurus adat. Pelanggaran/sanksi adat di bawah 3 tael:
Contoh: Adat salah basa atau sembah sujud; yang isinya adalah:
- Ayam jantan = 1 ekor (dibagi/dibangkong 7: 1 bangkong untuk penuntut, 2 bangkong untuk pengurus, 4 bangkong untuk umum)
- Mangkok Sangkal = 12 singkap (untuk inventaris rumah adat)
- Tuak = botol (untuk diminum bersama)
2. Perkara adat tingkat sedang atau menegah.
Perkara adat/sanksi adat yang sudah hak dan wewenang Temenggung Adat di dalam meyelesaikan dan memutuskan perkara dari 3 tael ke atas (Contohnya adalah perkara pencurian yang dikenakan adat 3 tael). Isi dari adat 3 tael adalah:
- Babi = 8 tokah (kira-kira 18 Kg) - dibangkong 9:2 untuk Temenggung, 1 untuk pengurus kampung, 1 untuk pengurus adat, 1 untuk pemimpin umat, 5 untuk umum.
- Mangkok = 24 singkap - untuk inventaris
- Tuak = 1 setengah tempayan (18 botol)- untuk diminum berama
- Tempayan = 1 buah (dengan mangkok sebagai tutupnya) - untukTemenggung sebagai Kepala Adat
3. Perkara adat tingkat tinggi (atas)
Perkara adat yang ditangani oleh semua unsur termasuk pengurus adat, Temenggung Adat, Pengurus Kampung, Tokoh Masyarakat, ahli waris dan pihak yang bertikai itu sediri. Contohnya: adat pembunuhan, adat patinyawa.
Sedangkan alat dan benda yang biasanya digunakan dalam menyelesaikan perkara/sanksi adat, adalah: berupa benda-benda yang menyatu dengan manusia itu sendiri (masyarakat adat). Jika penyelesaian pada poin 1,2 dan 3 di atas tidak membuahkan hasil, maka diadakan baraum (musyawarah), dan jika sudah disepakati oleh kedua belah pihak maka akan dilakukan dengan cara bosidi (tauhan nyelam – mencari keadilan melalui doa-doa yang mempunyai hubungan antara manusia dan alam dan manusia dengan manusia.
contoh;
1. Suatu wadah/tempat yang besar untuk menyimpan sesuatu, artinya Tempayan melambangkan Komunitas/masyarakat di suatu kampung yang berbudi, bermartabat dan beradat serta beratura, yang hidup di dalam satu kelompok (MA).
2. Melambangkan sesuatu kekuatan yang tak terkalahkan, dan paku/besi adalah alat pemersatu/pengunci kekuatan, pengkoras semangat yang sifatnya sakral/Porih
3. Mangkok Adat.
Melambangkan jiwa manusia mempunyai kelebihan dan kelemahan, contoh: mangkok adalah sesuatu tempat yang dapat digunakan untuk menyimpan air kobokan, dapat menganti piring untuk makan. Namun mangkok juga dapat pecah kalu tidak kita jaga dan kita pelihara.
4. Tuak Adat.
Melambangkan jiwa manusia yang terkadang penih dengan emosi, iri, dengki, dendam, sakit hati, namun semua itu kalau kita dapat menahan diri, maka kita dapat hidup tentram dan damai. Tuak juga merupakan pengikat tali kekeluargaan. Contoh: Tuak sebagai pengikat tali kekeluargan dapt kita hidangkan dalam acara-acara, atau bila ada tamu datang ke rumah. Tuak juga minuman yang dapat menyehatkan, jika kita minum sesuai aturan. Jika minum berlebihan, maka kita akan menjadi mabuk.
5. Melambangkan manusia adalah makhluk yang bernyawa yang mempunyai akal budi. Adat istiadat, atur adat sebagai ciptaan Tuhan/Penompa. Sumber; Buku Mengenal Sistem Peradilan Adat. Hal…83-84
-
Dayak Mayao; Hukum/Sanksi Adat pada Suku Mayao
Dalam menjatukna hukuman/sanksi adat pada suku Mayao, ada prinsip, nilai dan pertimbangan dalam menjatuhkan sanksi. Prinsip yang digunakan ditunjukan dengan motto “kalau kena rangkang dicabut kena ikan ditekan” maksudnya dalam memutuskan perkara adat seorang pemimpin harus bijaksana tidak boleh memandang kaya miskin orang tersebut, berpangkat atau tidak berpangkat, saudar atau tidak saudara atau biasa disebut dengan bimankg”. Nilai-nilai yang dibangun dalam menjatuhkan sanksi adalah menciptakan rasa aman dan damai diantara kedua belah pihak yang telah berbuat kesalahan. Dengan dikenakan sanksi adat mereka diharapkan bisa saling memaafkan atau tidak terjadi kesalah pahaman di antar kedua pihak tersebut. Sedangkan pertimbangan dalam menjatuhkan hukuman atau sanksi adat biasanya dengan melihat besar kecilnya kesalahan yang telah dilakukan atau apakah pihak yang telah berbuat salah tersebut salah satunya duluan meminta maaf atau nyurok, agar adat yang akan dikenakan tidak terlalu besar dan biasanya berdasarkan hasil musyawarah masyarakat yang biasa disebut dengan Kaloh Adot Monang Pokat.
Bentuk-bentuk hukuman/sanksi yang pernah ada dan masih berlaku pada suku Mayao ialah:
- Robanyu adalah ukuran adatnya
- Samos adalah besarnya sanksi yang dimaksud
- Radosa adalah nama adat untuk membayar sesuatu hal yang telah terjadi pada seseorang/tumbuhan agar dapat sembuh atau tumbuh kembali dengan baik (bukan ganti rugi)
Sedangkan bentuk-bentuk hukuman/sanksi adat yang pernah ada dan tidak berlaku lagi:
1. Adat Pantang.
Adat pantang adalah merupakan suatu bentuk hukuman yang dikenakan kepada seseoarang yang telah melanggar pantang tersebut, misalkan pantang tersebut dilakukan setelah mengadakan pesta gawai padi yang dilaksanakan setahun sekali pada setiap kampung.
2. Adat Mengosongkan Rumah
Adat mengosongkan rumah, ini terjadi jikalau seseorang yang sudah mempunyai rumah, tetapi rumahnya dalam keadaan kosong (tidak ada penghuninya). Hal ini tidak boleh terjadi pada masa dahulu dan biasanya dikenakan hukuman sebesar 1,8 tael (setael delapan).
3. Adat Meninggalkan Istri.
Adat meninggalkan istri ini terjadi pada masa lalu seperti misalkan seorang suami setelah menikah pergi meninggalkan istrinya untuk mencari nafkah atau boleh disebut pergi karena pekerjaannya dulu hal seperti itu dikenakan hukuman/sanksi adat sebesar 1 tael.
4. Adat Makan di dulang babi bagi yang melakukan perzinahan.
Adat makan di dulang babi bagi yang melakukan perzinahan. Sekarang sanksi adat ini dikatakan tidak ada bukan berarti sanksi adat ini hilang tetapi tidak digunakn lagi mengingat sanksi adatnya sangat besar sekali. Misalnya; seorang gadis telah dihamili oleh beberapa orang lelaki, ketika ketahun hamil oleh masyarakat dan mau dikenai sanksi adat, gadis itu menunjuk satu lelaki yang telah menghamilinya tetapi lelaki itu menolak dan gadis itu menunjuk lelaki lain lagi. Semakin banyak lelaki yang ditunjuknya maka saknsi adatnya semakin besar, untuk menutupi hal itu biasanya bapaknya sendiri yang akhirnya mengakuinya agar sanksi adatnya tidak terlalu besar. Mengingat sanksi adatnya yang seperti itu maka untuk sekarang tidak digunakan karena sangat besar sekali Tulahnya atau Porihnya.
Sebenarnya sanksi adat yang dimaksud di atas tidak ada yang tidak berlaku lagi, tetapi sudah jarnag digunakan lagi. Penerapan sanksi pada suku Mayao pada dasarnya tidak boleh ditunda. Ini sering disebut dengan sanksi adat Tangi (pocaro). Prinsipnya apakah cara penyelesaiannya sampai pada Temenggung atau cukup pada Pengurus kampung saja, kemudian menjelaskan siapa yang bersalah, sebesar apa kesalahan yang telah diperbuat, hukuman/sanksi yang dijatuhkan tergantung besar kecilnya kesalahan yang telah dilakukan dan kemudian Ketua Adat memutuskan hukuman atau sanksi adat pada pihak yang telah melakukan kesalahan dan pihak yang bersalah harus bersedia membayarnya. Untuk pelaksanaan sanksi adat ini, Kepala Adatlah yang mengawasinya. Sumber; Buku Mengenal Sistem Peradilan Adat. Hal…136-138.
-
-