Masa Depan

  1. Kebudayaan Dayak
    • .....

      • Dayak Kodatn;

        Hukum Adat Pengelolaan Hutan

        Masyarakat Sanjan telah mengenal dan memiliki aturan atau hukum adat yang mengatur berbagai hal mengenai pengelolaan kawasan hutan di wilayah mereka. Hukum adat ini masih berbentuk lisan, namun hal itu tidak mempengaruhi penerapannya. Dan disatu sisi mereka memiliki keinginan untuk dapat membukukan aturan atau hukum adat ini agar bisa di wariskan pada generasi yang akan datang.

        Dalam sistem hukum adat masyarakat Sanjan ini diatur beberapa hal perihal pemanfaatan sumberdaya hutan. dalam ketenuan itu disebutkan bahwa untuk saat ini, tidak diperkenankan untuk melakukan perladangan dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan bersama sebagai hutan adat meskipun wilayah tersebut merupakan milik yang perorangan. Pemanfaatan kayu dan hasil hutan lainnya dari hutan adat tidak diperbolehkan untuk diperjual-belikan. Bila masyarakat hendak memanfaatkan kayu dari hutan adat tersebut, mereka hanya akan mengambil secukupnya saja dan hanya untuk membuat rumah. Untuk hal itu mereka wajib membayar sejumlah tigapuluh ribu rupiah untuk sebatang pohon yang ditebang. Biaya ini akan dibayar kepada pengurus adat.

        Untuk menghindari kemungkinan terjadinya perebutan wilayah dikemudian hari maka masyarakat Sanjan tidak memperkenankan seseorang menanam tanaman di lokasi yang termasuk sebagai kawasan umum. Pelanggaran terhadap aturan ini akan di kenakan adat tiga tail. Hal yang sama pula akan ditimpakan pada seseorang yang membakar ladang atau lahan dan apinya menjalar dan mengenai lahan orang lain. Begitu juga dengan pelanggaran lainnya dari aturan adat ini akan dikenakan adat tiga tail.

        Ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama terkait pengelolaan hutan adat ini yaitu:

        1. Hutan tidak boleh diladangi.

        2. Dalam kawasan hutan tidak boleh ditanaman tumbuhan untuk pribadi/perorangan.

        3. Hasil hutan berupa kayu , rotan ,damar,jenis anggrek dan lainya tidak boleh dijual

            keluar untuk kepentingan pribadi.

        4. Orang luar tidak diperkenankan memetik hasil hutan yang ada.

        5. Menebang pohon hanya untuk ramuan rumah,sesuai dengan kebutuhan.

        1. Tanaman milik pribadi dalam kawasan hutan boleh digarap oleh pemiliknya. Tanahnya menjadi milik komunal, kecuali kebun karet, kebun tengkawang, kebun Nyatu yang ditanam sebelum kawasan itu dietapkan sebagai Rimma ompu'.

        Dalam kasus penerapan hukum adat terhadap pelanggaran yang dilakukan, contoh menarik dikemukakan oleh Lubu'. Berikut ini penuturannya:

                       ”Saya dulu jadi ketua kampung. Datang orang dari Kampung Makuk ke sini cari kayu garu.       Saya khilaf, lalu saya antar mereka ke hutan, lalu dapat satu batang garu dan mereka tebang.        Nah setelah beberapa lama, ada yang tanya kenapa Pak Lubu' nyuruh mereka nebang pohon            itu? Itu kan ndak boleh. Baru saya ingat, dulu kan saya yang melarang. Apa boleh buat, Di      pinta adat, lalu saya bayar sesuai ketentuan yakni adat tiga tail. Itu pelajaran bagi saya. Kalau          masyarakat melanggar, harus dihukum juga, karena saya sudah beri contoh”.

        Selain itu, Lubu' yang mantan ketua hutan adat ini juga berpesan bahwa orang tua jaman dulu tidak sekolah tapi bisa memikirkan tentang hutan itu untuk melindungi manusia, itulah yang pertama untuk melindungi karena kayu itu jantung dunia.  Ia juga mengatakan, meskipun ia tidak lagi menjadi ketua hutan adat, selama ia masih hidup jangan coba-coba merombak hutan itu, sebab semuanya warisan dari nenek moyang jaman dulu dan harus dijaga.

        Lain halnya dengan Suden (60) mantan ketua hutan adat tahun 1978. Ia menuturkan bahwa dulu belum banyak manusia, mudah mengaturnya. Seharusnya kesepakatan tentang pengaturan hutan adat itu ditinjau setiap tahun.

        Berkaitan dengan hak kaum perempuan atas pengelolaan hutan adat ini, perannya cukup penting. Sebab hak perempuan sama dengan hak laki-laki. Sia (65) dan banyak kaum perempuan yang sudah berumur, selalu aktif dalam setiap pertemuan kampung membahas persoalan hutan adat ini. Buku Kearifan Lokal Masyarakat Sanjan dalam mengelola Hutan Adat Tomawakng Ompu'. hal.32-35

          • Dayak Peruwan;

            Hak atas wilayah adat tidak boleh diperjual belikan, sehingga dalam menjual harus diputuskan bersama secara adat dengan ahli waris disaksikan oleh para pengurus (Temenggung dan Pejabat Desa). Tanah-tanah komunal tersebut seperti: Tembawang, Kuburan, Pedagi (tempat patung-patung), tempat Pamali/Tahanan. Untuk wilayah komunal atau milik bersama dalam pengelolaannya boleh diwakilkan khususnya bagi orang bersaudara (misalnya, ketika salah satu anggota keluarga atau saudara keluar dari kampung, maka hak bersama bisa dikelola oleh anggota keluarga yang ada dengan syarat tidak boleh diperjual-belikan atau ditebang/ditebas), hanya dipelihara. Tembawang adalah tanah milik bersama satu keturunan atau keluarga tempat menanam buah-buahan bukan untuk dikelola, tetapi siapa saja boleh mengambil hasilnya tetapi bukan untuk dijual. Kuburan adalah milik sekampung, Pedagi (kayu atau batu berupa belian yang bisa disembah karena diangap punya kekuatan magis), Pantak yang bisa dipakai untuk mengingat dan menghormati orang-orang atau keturunan tertentu, misalnya keturunan Temenggung atau siapa saja yang ingin membuatnya hanya saja tidak gampang membuat Pantak karena memerlukan ritual tertentu. Hampir setiap kampung memiliki Pantak , khususnya keturunan Macan. (ada di paper). Penyembahan biasanya dilakukan 3 tahun sekali dalam acara adat “Notong”.

            Milik individu: Bawas (bekas ladang), kebun, sawah yang bisa dialihkan dengan sistem mengenal pewarisan yang hanya boleh kepada keluarga langsung, kecuali jika menetap di kampung tersebtu. Pewarisan melekat hanya pada anggota keluarga yang menetap.

            Sumber; Buku Mengenal Sistem Peradilan Adat. Hal.... 218.

            • Dayak Tinying;

              Pengelolaan Hak Suku Tinying

              • Hutan merupakan sumber daya alam yang diolah/digarap menjadi ladang. Berladang merupakan pekerjaan tetap suku Dayak Tinying dengan cara gilir balik.
              • Tembawang adalah hutan lindung yang harus dijaga kelestariannya. Tembawang terjadi dari bekas pemukiman di mana disitu terdapat banyak buah-buahan seperti durian, langsat, rambutan, dll. Di tembawangjuga terdapat banyak kayu yang bisa untuk membuat bahan rumah seperti tengkawang, nyatu, Beian dll.
              • Tempat Keramat

              Di wilayah suku Tinying sangat banyak tempat keramat seperti Roca (batu yang diukir), kayu yang diukir sungi (sungai). Tempat keramat adalah tempat penyembahan/meminta pertolongan “orang atas” (penompa/Tuhan). Setiap tahu, dilaksanakan upacara adat untuk melestariakn temapt keramat tersebut seperti sungi (sunagai Poroni). Ini bisa dilaksanakan ditempat keramat lain bila diperlukan seperti di roca dan nekh solomau (kayu yang diukir/pontotnh)

              • Air dapat dikomsumsi dan juga untuk membersihkan tubuh dari kotoran. Air juga tempat kehidupan lain, seperti ikan, dll yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Untuk menjaga air tetap bersih, air tidak boleh diracun seperti menuba, melainkan hanya dengan cara dipancing, dengan alat bubu, pukat dan ditimba.
              • Kuburan

              Kuburan merupakan kawasan tanah atau hutan yang disepakati oleh masyarakat, yang mana tidak dipebolehkan untuk temapt berladang

              Sumber; Buku Mengenal Sistem Peradilan Adat. Hal...106 - 107.

              • Dayak Muara;

                Untuk memperoleh wilayah adatnya Dayak Muara pada jaman dahulu tidak melalui peperangan atau dibeli. Karena pada waktu itu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagian Sekayam, DAS Tanap, DAS Merowi, DAS Sei Ilai yang didiami sekarang masih merupakan hutan belantara. Dengan kata lain belum ada suku lain yang menempatinya, jadi Dayak Muaralah yang pertama kali membuka daerah tersebut sehingga bisa juga disebut Tanah Muara. Wilayah Adat Dayak Muara terbagi menjadi :

                1. Hutan Adat;

                Hutan adat yang masih ada sampai sekarang adalah Hutan Adat Dorit Rayap, Dorit Tungal, Dorit Onco, Dorit Ola didaerah ini masih menyimpan kayu-kayu seperti; Meranti, Kapur, Keruing, Tengkawang, Damar dan Rotan, terletak didaerah/wilayah Ketemenggungan Merowi. Hutan adat lainnya adalah Dorit Spapa, Dorit Sibawa dan Dorit Jinau di wilayah Ketemenggunagn Sei Ilai. Untuk pengelolaan hutan adat ini sebagai contoh Hutan Adat Dorit Rayap di daerah Tanjung Rebokan dan Semayang hanya boleh di tebang untuk keperluan ramuan membuat rumah setelah mendapat ijin dari pengurus adat kampung dan Kepala Kampung.

                2. Tembawang biasanya tumbuh dibekas perkampungan dahulu. Tembawangyang cukup besar adalah Tembawang Kalimantat, Tembawang Mpadas yang berisi jenis-jenis buah-buahan dan berada di wilayah Ketemenggungan Muara. Tembawang Onco di Ketemenggunagan Merowi. Tembawang Kader di Ketemenggungan Sei Ilai. Untuk pengelolaan temabawang ini biasanya di kelola bersama oleh keturunan yang masih mempunyaitali/famili kepemilikan tembawang tersebut. Sebagai contoh untuk tembawang durian apabila berbuah maka di tunggu secara bergiliran/bergantian demikian juga halnya apabila durian tersebut hendak di panjat maka harus di beritahu/dikabari kepada semua famili/suku sakat.

                3. Pudagi/Tempat Keramat

                Untuk tempat Keramat seperti Padagi Kulomi Babai Lapak, Padagi Silukua Rangka Kolik, Panguriu, Padagi Toyua Kori dan Padagi Jampot Toyua Timodo’ berada di Ketemenggungan Muara. Padagi Rangka Rimayat dan Botuh Kriko’ di Ketemenggungan Sei Ilai. Pengelolan secara bersama-sama oleh masyarakat/kampung disekitar Padagi tersebut berada. Pada saat-saat tertentu (biasanya pada saat Gawai) masyarakat kampoung di sekitar Padagi tersebut akan memberi makan kepada arwah/roh penunggu padagi (Mpokat Pudagi) sebagi ungkapan syukur karena pada waktu itu di beri panen/padi yang cukup.

                Sumber; Buku Mengenal SistemPeradilan Adat

                • Sistem Pengelolaan Wilayah Adat di Ketemenggungan Sisang Kampung Segumon

                  Wilayah Adat Kampung Segumon

                  Memahami konteks wilayah adat sebagai sebuah pewarisan tanah adatnya  tidak dapat dilihat dari sisi batas administratif sebagaimana ditetapkan pemerintah semata. Seluruh masyarakat adat Dayak, memiliki kearifan lokal tersendiri dalam meletakan wilayah adatnnya. Batas wilayah tersebut tidak hanya mengatur batas antar kampung termasuk juga batas wilayah dalam wilayah adat dikelola secara kelompok dan individu sesuai dengan keturunan masing-masing. Pewarisan pada umumnya yang kadang masih dijalankan oleh Orang Dayak meliputi bawas, tembawang, pohon madu, pohon enau, buah-buahan, dan usaha kebun karet.

                  Berdasarkan hasil pemetaan partisipatif yang dilakukan di wilayah adat Kampung Segumon tahun 2016, batas wilayah adat kampung Segumon dengan kampung lain berada pada titik atau letak yang sudah ditentukan oleh nenek moyang atau orang tua di masa lalu. Batas yang dijadikan dasar adalah batas sejarah yang sudah sejak lama ditetapkan dan diwariskan sesuai tradisi. Meski pun ada juga batas baru yang ditetapkan oleh petugas tapal batas Malaysia dan Indonesia. Letak batas sejarah tersebut ditandai dengan tanda alam seperti sungai, bukit, tembawang, bawas, kebun karet, dan rumpun bambu, yang masing-masing letak tersebut sudah memiliki nama masing-masing.

                  Berikut uraian tentang batas sejarah dan batas kampung sesuai arah mata angin (kompas). Batas – batas wilayah Adat Kampung Segumon berbatasan langsung dengan wilayah lain terutama wilayah kampung Guna Baner yang terletak di sebelah timur yang selanjutnya berbatasan dengan wilayah Kampung Kojub terletak di sebelah Selatan. Lalu sebelah Barat berbatasan langsung dengan Kampung Kuyak. Di sebelah utara berbatasan langsung dengan wilayah Kampung Mujat dan Mongkos (Malaysia).

                  Berikut ini tabel batas-batas wilayah adat Kampung Segumon dengan beberapa kampung tetangga beserta titik batas yang sudah ditetapkan berdasarkan hasil Musyawarah Tokoh Adat (MUSTODAT) tanggal 9 Juni 2016. Sumber Buku Tampun Juah. Hal...88

                   

                  Dayak Kodatn; Kearifan Mengelola Hutan

                  Hubungan antara orang Kodatn dengan hutan bisa dipahami sebagai apa yang disebut dengan Teori Ekologi. Teori ini mengatakan bahwa alam dan manusia merupakan satu kesatuan ekologis. Terdapat hubungan saling mempengaruhi antara keduanya secara terus menerus. Pandangan ini menekankan pada sebuah hubungan yang seimbang antara manusia dengan hutan.

                  Orang Kodatn sendiri, yang dalam seluruh aspek kehidupannya selalu berhubungan dengan kawasan hutan memiliki kearifan tersendiri dalam memanfaatkan sumber daya hutan untuk keperluan hidup mereka. Kearifan yang mereka miliki misalnya dalam hal perladangan. Bagaimana mereka pertama kali membuka hutan untuk perladangan hingga akhirnya mengelola kawasan tersebut setelah siklus perladangan selesai. Kearifan lokal ini telah diuji selama ratusan tahun semenjak zaman nenek moyang mereka dan terbukti bahwa hutan yang mereka kelola tersebut masih ada hingga saat ini.

                  Selain itu, hutan bagi orang Kodatn sesungguhnya berhubungan dengan identitas mereka sebagai orang Dayak. Hutan dimana mereka hidup telah menyimpan sejarah, warisan leluhur, budaya dan nilai-nilai religius yang menjadi bagian dari seluruh kehidupan mereka. Dengan demikian merupakan hal yang wajar bila mereka menganggap hutan sebagai milik mereka yang paling berharga karena telah terjadi integrasi antara mereka dengan hutan secara menyejarah.

                  Dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan kawasan hutan, orang-orang Kodatn mengenal berbagai kearifan tersendiri. Selain kearifan dalam perladangan, orang Kodatn juga memiliki kearifan dalam mengelola kawasan hutan lainnya. Setelah siklus perladngan selesai, kawasan bekas perladangan ini kadang mereka kelola dengan berbagai cara.Misalnya ditanami berbagai jenis buah-buahan sehingga akhirnya terbentuklah kawasan tersebut sebagai kebun buah-buahan. Ketika telah berbuah seluruh masyarakat bisa memungut hasilnya bersama-sama. Ada juga yang menanaminya dengan berbagai jenis pohon hutan seperti nyato atau tengkawang, dalam hal ini si pemilik lahan bermaksud membuat sebuah kebun nyato atau tengkawang atau sesuai jenis yang ditanam. Jenis tanaman ini nantinya bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Tanaman nyato misalnya bisa diambil getahnya untuk dijual atau diambil kayunya. Sementara tengkawang yang bisa dimanfaatkan yaitu buah dan batangnya.

                  Selain itu, ada juga yang menanamnya dengan tanaman karet sehingga membentuk kawasan kebun karet. Kawasan yang telah di kelola untuk menanam jenis-jenis tanaman ini umumnya tidak akan dijadikan lokasi ladang lagi pada tahun-tahun berikutnya. Jikapun akan diladangi maka konsekuensinya mereka harus mengorbankan tanaman yang telah mereka usahakan sebelumnya. Buku Kearifan Lokal Masyarakat Sanjan dalam mengelola Hutan Adat Tomawakng Ompu'

                  •  

                     

                  Collapse
                  Kalender
                  Peta Sub Suku dan Bahasa Dayak

                  Institut Dayakologi atau ID (semula bernama institute of Dayakologi Research and Development - IDRD) adalah organisasi non pemerintah yang melakukan usaha-usaha revitalisasi dan restitusi indentitas budaya Dayak. ID didirikan sebagai respon Masyarakat Adat Dayak terhadap berbagai persoalan dan tantangan akibat pembangunan dan faktor-faktor lain yang menghancurkan sendi-sendi Kebudayaan Dayak serta hak-hak Masyarakat Adat atas tanah dan sumber daya alam. Bidang budaya menjadi perhatian utama ID karena hal itu berhubungan langsung dengan identitas dan jati diri orang Dayak. Dalam sejarah berdirinya, keprihatinan terhadap kondisi sosial, budaya, ekonomi pendidikan dan politik Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan Barat, mendorong sekelompok anak muda yang berpikir kritis untuk mendirikan sebuah lembaga yang secara khusus mengkaji Kebudayaan Dayak.

                  Success! You've been added to our email list.

                  Link Terkait

                  • Institut Dayakologi
                  • Kalimantan Review
                  • Pusat Advokasi dan Transformasi Kebudayaan Dayak

                  Kontak

                  • Alamat: Jl. Budi Utomo, Blok A3 No. 2-4, Pontianak

                  • Telephone: (0561) 884567 / Fax: (0561) 883135

                  • Email: institut@dayakologi.id

                  Ikuti Kami

                  Porto Website Template

                  © Copyright 2017. Hak Cipta Institut Dayakologi.