Adat Kelahiran
-
-
Adat Istiadat dan Hukum Adat.
Masyarakat Dayak hidup dalam teritorial tertentu dengan sistem sosial, institusi, kebiasaan, dan hukum adat tersendiri. Ketentuan‑ketentuan yang merupakan pedoman hidup bagi warga, ada yang mengandung sanksi, dan ada yang tidak yang tidak mengandung sanksi adalah kebiasaan atau adat‑istiadat, namun yang melanggar akan dicemooh, karena adat itu merupakan pencerminan kepribadian dan penjelmaan dari jiwa mereka secara turun-temurun. Sedangkan yang mengandung sanksi adalah “hukum” yang terdiri dari norma‑norma kesopanan, kesusilaan, ketertiban sampai kepada norma‑norma keyakinan atau kepercayaan yang dihubungkan dengan alam gaib dan Sang Pencipta. Norma‑norma itu disebut “Hukum Adat”. Namun demikian tidak gampang untuk memisahkan antara Adat‑Istiadat dengan Hukum Adat dalam suatu masyarakat. Tetapi bagi yang langsung menghayati dan merasakan sendiri akan jelas mana yang termasuk “Adat” dan mana “Hukum Adat”.
Adat merupakan kumpulan norma‑norma yang bersumber pada perasaan keadilan masyarakat yang selalu berkembang serta meliputi aturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari‑hari yang senantiasa ditaati dan dihormati. Dalam hubungan antara adat dengan hukum, Surojo Wignjodipuro, SH mengatakan:
"Tidak semua adat merupakan hukum. Ada perbedaan antara adat‑istiadat biasa dan hukum adat. Hanya adat yang bersanksi mempunyai sifat hukum serta merupakan hukum adat (Vollenhovel). Sanksinya adalah berupa reaksi dari masyarakat hukum yang bersangkutan. Reaksi adat masyarakat hukum yang bersangkutan ini dalam pelaksanaannya sudah barang tentu dilakukan oleh penguasa masyarakat hukum dimaksud. Penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan menjatuhkan sanksinya terhadap si pelanggar peraturan adat, menjatuhkan keputusan hukuman." (Ter Haar, dengan teori keputusannya). (Pengantar dan Azas‑azas Hukum Adat 1973:6)
Pernyataan itu sejalan dengan apa yang dikatakan Prof. Ny. Hj. Irene A. Muslim, SH. dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura tanggal 15 juni 1991:
“Apabila terjadi suatu pelanggaran hukum adat maka segera menyelesaikannya dengan memberikan putusan berdasarkan hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga memenuhi rasa keadilan warga umumnya. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa dalam banyak hal masyarakat Daya masih berpegang teguh pada hukum adat/tradisi, karena hukum adat masih hidup, tumbuh dan berkembang di dalam dan sesuai dengan masyarakatnya. Masyarakat memandang hukum tertulis, sebagian masih merupakan pewarisan masa lampau yang pada hakekatnya hanya berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa hukum adat diakui kedudukannya karena demikian keberadaannya dan hukum tertulis, itu diakui kedudukannya karena adanya unsur paksaan dari atasan." Sumber; Buku Kebudayaan Dayak Aktual dan Transformasi. Halaman; 70-72. "Media Adat" "Hukum Adat" "Adat Dayak"
-
-
-
-
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat suku dayak yang terjadi melalui proses yang wajar, Adat perkawinan normal tersebut dalam perspektif masyarakat suku dayak.
-
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat suku dayak yang terjadi melalui proses yang tidak wajar, seperti perkawinan dengan suku lain atau dengan warga muslim. Adat perkawinan tidak normal tersebut dalam perspektif masyarakat suku dayak.
-
-
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat suku dayak yang terjadi karena ada masalah perselingkuhan. Adat perselingkuhan dalam perspektif masyarakat suku.
Hukum Adat Butang Dayak Mualang
Masyarakat Adat pada umumnya, terutama Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan Barat pasti memiliki aturan atau hukum adat. Tentu saja hukum adat yang ada di setiap daerah, subsuku atau komunitas tidaklah sama. Keberadaan hukum adat ini merupakan warisan dari para leluhur. Ada berbagai jenis hukum adat yang berlaku pada setiap Komunitas Masyarakat Adat Dayak atau SubSuku Dayak di Kalimantan Barat ini. Mulai dari hukum adat perkawinan, hukum adat butang (selingkuh/zinah) sampai ke hukum adat pembunuhan atau pati nyawa. Hukum adat juga mengatur tentang cara mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, seperti pemanfaatan rimba bersama (rimba komunal). Demikian pula dengan Masyarakat Adat Dayak Mualang atau SubSuku Dayak Mualang.
Salah satu perkampungan Dayak Mualang yang masih menjalankan adat-istiadat dan hukum adatnya adalah Dayak Mualang di Kampung Resak Balai, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau. Kampung ini terbilang sebagai perkampungan kecil, yang dihuni 63 kepala keluarga. Dalam pergaulan hidup sehari-hari, di sini masih sangat kental dengan rasa kekeluargaan dan kebersamaannya. Rasa kekeluargaan dan kerbersamaan, tidak terlepas dari dipatuhi dan ditaatinya aturan (hukum) adat sebagai pedoman hidup bersama. Bagi Dayak Mualang di sini, setiap ada masalah atau sengketa di kampung, maka penyelesaiannya mengutamakan hukum adat. Dayak Mualang di Kampung Resak Balai percaya bahwa hukum adat merupakan jalan terbaik dan masih memberi rasa keadilan dalam menyelesaikan masalah atau sengketa yang terjadi. Tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan cara hukum adat. Bagi Masyarakat Adat Dayak Mualang, tujuan adanya hukum adat adalah untuk mengatur tata tertib dalam hidup bermasyarakat. Hukum adat sangat penting karena menjaga dan mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan alam, serta manusia dan Sang Pencipta agar tetap terjaga, seimbang, damai dan harmonis.
Hukum adat dalam Dayak Mualang terdiri dari beberapa jenis atau tingkatan. Mulai dari hukum adat yang mengatur prilaku pribadi seseorang, antar sesama, hingga hukum adat yang berkaitan dengan tanah dan pengelolaan sumber daya alam. Maka, bagi Dayak Mualang, hukum adat merupakan hal yang sangat sakral. Itulah sebabnya, setiap ada pelanggaran terhadap hukum adat, maka semua pelanggar harus dikenakan sanksi adat dan wajib memenuhi sanksi adat dalam bentuk tail. Tail adalah satuan untuk menyebutkan sanksi adat menurut Dayak Mualang.
Salah satu hukum adat yang hingga kini tetap dipatuhi Masyarakat Adat Dayak Mualang di Kampung Resak Balai adalah adat butang atau hukum adat butang. Hukum Adat ini merupakan bagian dari hukum adat perkawinan. Perkawinan adalah bersatunya dua insan manusia yang sangat berbeda dan tidak dapat dipisahkan oleh siapapun, sehingga apabila terjadi pengingkaran terhadap perkawinan, baik oleh suami ataupun istri, maka terhadap keduanya dikenakan hukum adat butang. Butang adalah perbuatan selingkuh atau zinah yang dilakukan oleh laki-laki yang telah beristri atau sebaliknya perempuan yang telah bersuami. Hukum adat butang ini diperuntukkan bagi setiap orang (laki-laki dan perempuan) yang telah memiliki pasangan yang sah atau telah berumah tangga. Hal ini dibenarkan oleh Paternus, Ntri (ketua) Adat di Resak Balai. ..........> Sumber: https://kalimantanreview.com/hukum-adat-butang-dayak-mualang/ 31 Agustus 2017. KR Edisi Cetak Maret 2013. "perselingkuhan" "kawin adat" "kawin" "dayak" "dayakologi" "kalimantan barat" "borneo" -
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat suku dayak yang terjadi karena ada masalah yaitu merebut pasangan orang lain. Adat merebut pasangan orang lain dalam perspektif masyarakat suku.
-
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat suku dayak yang terjadi karena ada masalah yaitu merebut Janda atau duda menikah lagi. Adat jand atau duda menikah lagi dalam perspektif masyarakat suku.
-
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat suku dayak yang terjadi karena ada masalah yaitu mengganggu pasangan orang lain. Adat mengganggu pasangan orang lain dalam perspektif masyarakat suku.
-
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat suku dayak yang terjadi karena ada masalah yaitu perceraian. Adat perceraian dalam perspektif masyarakat suku.
-
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat suku dayak yang terjadi karena ada masalah yaitu poligami. Adat poligami dalam perspektif masyarakat suku.
-
-
-
Tentang adat istiadat, tata cara dan ritual dalam hal kehamilan (dalam menjalani masa kehamilan oleh ibu) di kalangan masyarakat suku dayak.
-
Tentang adat istiadat, tata cara dan ritual dalam hal kelahiran (dalam menjalani persalinan sampai paska bayi lahir) di kalangan masyarakat suku dayak.
-
-
-
Tentang sebab-sebab sakit/penyakit yg ada dalam kategori normal. Menurut kepercayaan masyarakat suku dayak, sebab penyakit tersebut.
-
Tentang adat dan ritual pengobatan untuk penyakit dalam kategori normal dan ritual pengobatan tidak dilakukan oleh tabib khusus melainkan tabib biasas, Menurut kepercayaan masyarakat suku dayak.
-
-
-
Tentang sebab-sebab sakit/penyakit yg ada dalam kategori udah tidak dalam kategori normal. Menurut kepercayaan masyarakat suku dayak, sebab penyakit tersebut.
-
Tentang pengobatan khusus karena penyakit khusus yang pengobatannya memerlukan ritual adat dan dilakukan oleh balin (tabib khusus). Ritual Pengobatan tersebuat dalam kalangan masyarakat suku dayak.
Dayak Jalai; Seorang Balin sedang bepimpin untuk mencari penyakit pasien.
Suber; Buku Dayak Jalai di persimpangan jalan, Hal....127.
-
-
Tentang profesi balint/tabib dalam masyarakat suku dayak, dalam hal syarat menjadi balint/tabib, proses dan ritual seseorang (orang dayak) untuk menjadi balint, jenis jenis balint, peralatan balint, dsb.
Perwakilan Balint atau Tabib Dayak Jalai:
-
-
-
Tentang adat istiadat, tata cara dan syarat-syarat dalam ritual kedewasaan atau seseorang anak laki-laki sudah dianggap dewasa dalam masyarakat suku dayak.
-
Tentang adat istiadat, tata cara dan syarat-syarat dalam ritual kedewasaan atau seseorang anak perempuan sudah dianggap gadis dalam masyarakat suku dayak.
-
-
-
Tentang adat istiadat dan ritual adat dalam acara kematian di kalangan masyarakat suku dayak, adat istiadat tersebut.
-
Tentang proses penguburan di kalangan masyarakat suku dayak, dari proses persiapan penguburan sampai dengan selesai penguburan, tata cara, ritual dan adat istiadat penguburan tersebut.
-
Tentang kegiatan yang dilakukan setelah penguburan di kalangan masyarakat suku dayak, adat setelah penguburan tersebut.
-
-
-
Tentang pembagian harta warisan di kalangan masyarakat suku dayak dengan kasus perceraian.
-
Tentang pembagian harta warisan di kalangan masyarakat suku dayak dengan kasus meninggal dunia.
-
-
Tentang adat istiadat, ritual adat dan syarat-syarat dalam berladang di kalangan Masyarakat Suku Dayak.
-
Tentang adat istiadat, ritual adat dan syarat-syarat dalam menjaga kampung buah dan dalam acara panen buah di kalangan Masyarakat Suku Dayak.
Dayak Tae melaksanakan Ritual Adat Buah (Rimah - Bahasa Dayak Tae)
Adat Buah (Mpaya Buah) DAYAK TAE
- Bahan yang digunakan :
- Satu ekor babi.
- Satu ekor ayam jantan.
- Beras kaleng.
- Beras puyut.
- Kegunaan : bahan-bahan trsebut untuk membuat rimah ritual.
- Adat ini dilakukan setiap tahun pada awal tahun, adat ini bertujuan untuk memelihara tanam tumbuh, buah-buahan yang ada di tembawang dan kompokng.
- Pada jaman dulu, ritual adat ini dilakukan oleh seluruh masyrakat adat dayak Tae di khususkan pada satutempat yang di sebut Mawakng Tojo’yang berada di Kampokng Tae Bayoh, karena antusias keinginan masyarakat yang mau melakukan secara pribadi, maka sekarang masyarakat adat tae melakukanyan di tembawang-temabawang milik keluarga.
Narasumber: Sekretariat Lapangan Institut Dayakologi Komunitas Tiong Kandang, 2017 (Oleh Marselus Yopos)
"adat buah" "dayak" "dayakologi" "kalimantan barat" "borneo"
-
-
Dayak Jalai
Penjelasan mengenai hukum adat Dayak Jalai berikut ini hanya sebuah wacana yang dimaksudkan sebagai ilustrasi tentang adat istiadat yang berlaku, bukan sebagai pedoman tertulis atau dokumen resmi. Artinya, dalam pelaksanaan di lapangan, hukum adat yang berlaku dapat berbeda sesuai dengan prinsip “tanggul balik haragaq asing“ yang mengandung pengertian bahwa keputusan mengenai suatu perkara termasuk yang menyangkut denda adat ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang menyangkut aspek-aspek yang mempengaruhi terjadinya perkara tersebut. Dengan kata lain, hukum adat, meskipun telah memiliki jenis-jenis sanksi yang ditentukan berdasarkan adat istiadat secara turun temurun, namun pelaksanaannya tergantung dari unsur-unsur spesifik masing-masing perkara sehingga tidak ada sanksi adat yang berlaku mutlak.
Hal ini tidak berarti bahwa aturan-aturan dalam hukum adat merupakan “pasal-pasal karet” yang dapat ditafsirkan sesuka hati oleh yang menafsirkan, melainkan justru menunjukkan keunggulan hukum adat sebagai panduan moral yang lebih mengutamakan aspek moralitas daripada materi.
Demikianlah penjelasan di bawah ini juga bukan dimaksudkan sebagai usaha kodifikasi hukum adat Dayak Jalai atau bagian dari usaha ke arah itu. hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dan ia harus dipertahankan sebagai hukum adat hukum yang tidak tertulis. Setiap usaha yang dilakukan untuk membuat hukum adat menjadi Tertulis adalah usaha yang harus ditentang dan dicegah karena usaha semacam itu melecehkan kemurnian dan keistimewaan hukum adat sebagai landasan moral masyarakat adat Dayak Jalai khususnya dan masyarakat adat Dayak pada umumnya.
Keberadaan hukum yang tidak tertulis sebagai bagian dari kebudayaan Dayak yang khas tidak boleh dipaksakan agar sama dan serupa dengan hukum negara. Penafsiran terhadap setiap iota yang berlaku dalam hukum adat harus diserahkan sepenuhnya kepada komunitas yang bersangkutan sebagai pemilik hukum adat tersebut serta sebagai pihak yang paling memahami latar belakang setiap hukum yang diterapkan. Pihak manapun, termasuk pemerintah dan aparat penegak hukum tidak berhak menafsirkan hukum adat atas persepsinya sendiri.
Sebelum mengutarakan lebih lanjut tentang hukum adat yang berlaku dalam masyarakat adat Dayak Jalai, terlebih dahulu akan disampaikan jenis-jenis denda adat yang berlaku.
1. Jenis Denda Adat:
Denda adat yang dikenal dalam hukum adat Dayak Jalai terdiri ........................................>
2. Jenis-Jenis Hukum Adat Beserta Denda Adatnya
Penjelasan di bawah ini menunjukkan contoh-contoh kasus beserta hukum adat yang berlaku dalam penyelesaian kasus-kasus tersebut; .......................................>
3. Perbandingan/Persamaan Nilai Materi Denda Adat (Dusaq):
- Sebuah mangkuk = ½ piring.
- Sebuah piring = 1 buah labah = 2 mangkuk.
- Sebuah tempayan = 2 piring = 1 buah jaluq bawang/guci kecil.
- Sebuah tajau ringkin = 1 buah guci besar = 4 piring.
- Sebuah tajau pulau kambang atau remaung = 6 piring (limabalas diatas).
- Sebuah bebandih = tiga lasaq.
- Sebuah tetawaq = tiga lasaq.
- Sebuah gerantung = empat lasaq
- Satu set kelinang = sekitar 4-5 tetawak
Sumber; Buku DAYAK JALAI di persimpangan jalan. Halaman; 143-149. "Hukum Adat" "Hukum Adat Dayak" Dayakologi" "Kalimantan Barat" "Borneo"
-
-
Tentang Jenis Denda yang digunakan dalam hukum adat dikalangan masyarakat suku dayak.
-
Tentang Jenis jenis hukum adat beserta dendanya yang digunakan dalam hukum adat dikalangan masyarakat suku dayak.
-
-
Tentang hukum adat yang berhubungan dengan menjaga kelestarian alam dan isinya dikalangan masyarakat suku dayak.
-
Tentang hukum adat yang berhubungan dengan keutuhan wilayah adat, seperti; yang mengatur hak milik/kepemilikan (perseorangan, keturunan dan bersama/umum), bukti kepemilikan, dsb, dikalangan masyarakat suku dayak.
Dayak Jalai
Hukum adat yang berlaku lokal mengatur sistem pengelolaan wilayah adat secara lokal pula. Hukum adat yang berakar pada budaya lokal ini, mengatur dan mengontrol proses pengelolaan wilayah adat yang dijalankan oleh warga komunitas agar sesuai dengan adat istiadat yang berlaku. Karena berskala lokal, hukum adat tidak perlu ditetapkan dengan mempertimbangkan tuntutan pasar yang berkait berkelindan dengan kebutuhan ditingkat global.
Hukum adat disusun lebih untuk menjamin tetap terjaganya kelestarian alam beserta seluruh isinya demi kepentingan masyarakat itu sendiri. Kawasan adat dibagi dalam beberapa kelompok berdasar pada peruntukannya seperti yang tergambar dalam halaman-halaman berikut.
Hukum Adat yang memelihara keutuhan Benuaq
1. Tanah adat di wilayah adat benuaq
Tanah adat yang berada di wilayah adat benuaq tidak diperjualbelikan kepada pihak luar. Oleh sebab itu, hukum adat yang mengatur mengenai hal ini tidak ada, karena tidak dibutuhkan. Konsekuensinya adalah jika terjadi kasus di mana seorang warga benuaq menjual kepemilikan tanah adatnya kepada pihak lain yang bukan merupakan warga benuaq, maka penjualan tersebut dianggap tidak sah dan batal demi hukum adat.
Bagi warga benuaq yang menjual tanah adatnya secara diam-diam kepada orang luar, maka di hadapan hukum adat, yang dia jual hanya tumbuhan yang ada di atas tanah tersebut dan jika itu ia dilakukan, maka hukumannya adalah tiga lasaq. Sedangkan bagi orang luar yang merusak atau merampas tanaman yang ada di atas sebidang tanah adat, maka ia akan dihukum dua kali lipat atau enam lasaq.
Meskipun hukuman telah dibayar, namun hak atas tanah tetap tidak bisa dipindahtangankan atau dengan kata lain tanah yang bersangkutan tetap menjadi milik benuaq. Oleh sebab itu, hingga saat ini, hukum adat yang mengatur tentang penjualan tanah kepada orang luar tidak ada karena tidak perlu.
2. Tanah adat milik individu
Tanah adat yang masuk kategori hak individu hanya bisa dipindahtangankan kepada warga sesama benuaq. Jika ada warga luar yang mencuri atau merusak hak milik benuaq, maka si pelaku akan dikenakan hukum adat pencurian dan pengrusakan. Kasus yang paling baru adalah yang menimpa warga Pasir Mayang yang membongkar, merusak serta mencuri 5 buah kuburan tua milik warga Penggerawan. Si pelaku dikenakan hukum adat sejumlah 8 buah tajau ditambah dengan 2 buah tajau sebagai ongkos perbaikan kuburan-kuburan tersebut.
Jika kasus penjualan atau pelepasan hak atas tanah benuaq kepada warga luar tanpa sepengetahuan seluruh warga benuaq, maka baik si penjual maupun si pembeli dikenakan hukum adat masing-masing sejumlah tigaq lasaq dan proses pelepasan hak dianggap tidak sah. Sumber; Buku DAYAK JALAI di Persimpangan Jalan. Halaman; 185-186. "Hukum Adat" "Kedaulatan" "Wilayah Adat" Dan "Hak Milik"
-