Ukuran Luas Lahan, Kebun Dan Ladang
-
-
-
-
Tentang dalam kehidupan sehari hari, masyarakat adat dayak dalam hal perdagangan menggunakan system tukar barang dengan barang yang masing masing sub suku dayak mempunyai istilah yg beragam.
-
Tentang dalam kehidupan sehari hari, masyarakat adat dayak dalam hal perdagangan menggunakan system tukar jasa dengan jasa yang masing masing sub suku dayak mempunyai istilah yg beragam.
-
Tentang dalam kehidupan sehari hari, masyarakat adat dayak dalam hal perdagangan menggunakan system tukar jasa dengan jasa yang masing masing sub suku dayak mempunyai istilah yg beragam.
-
-
-
Tentang dalam kehidupan sehari hari, masyarakat adat dayak mempunyai ukuran/nilai/istilah yang biasa digunakan untuk benda mati, padat dan cair dalam hal perdagangan/jual beli dsb yang masing masing sub suku dayak mempunyai istilah yg beragam.
-
-
Tentang dalam kehidupan sehari hari, masyarakat adat dayak mempunyai ukuran/nilai/istilah yang biasa digunakan untuk hewan peliharaan dalam hal perdagangan/jual beli,dsb yang masing masing sub suku dayak mempunyai istilah yg beragam.
Hewan Peliharaan Yang Umum;
- Ayam
- Anjing
- Babi
-
Tentang dalam kehidupan sehari hari, masyarakat adat dayak mempunyai ukuran/nilai/istilah yang biasa digunakan untuk hewan hasil buruan dalam hal perdagangan/jual beli,dsb yang masing masing sub suku dayak mempunyai istilah yg beragam.
Hewan Hasil Buruan;
- Babi Hutan
- Rusa
- Monyet
- Ular Sawa
- Landak
- Kancil
- Dll
-
-
Tentang dalam kehidupan sehari hari, masyarakat adat dayak mempunyai ukuran/nilai/istilah yang biasa digunakan untuk jenis kelompok tanaman dalam hal perdagangan/jual beli,dsb yang masing masing sub suku dayak mempunyai istilah yg beragam.
-
-
Tentang dalam kehidupan sehari hari, masyarakat adat dayak mempunyai ukuran/nilai/istilah yang biasa digunakan untuk mengukur luas lahan pertanian atau perkebunan yang masing masing sub suku dayak mempunyai istilah yg beragam.
-
-
-
-
Tentang cara berburu hewan buruan di hutan yang menggunakan alat berupa senjata berburu.
-
Tentang cara berburu hewan buruan di hutan yang menggunakan alat berupa perangkap.
Dayak Tae; Seseorang sedang memasang jerat di lobang yang ada binatang nya
Dayak Kanayatn;
Apit-apit; adalah alat perangkap binatang untuk menangkap biantang yang ada dilubang seperti; Landak, Trenggiling, kadang kala juga Ular dan Biawak serta Tikus Besar (local disebut Angkis). Alat perangkap ini dipasang apabila diketahui bahwa lubang yang menjadi tempat tinggal binatang tersebut diketahui sedang berada didalam atau lubang tersebut ada huni oleh binatang tersebut dan dari pengamatan pemilik alat jebakan tahu bahwa jenis binatangnya dan diketahui bahwa binatang tersebut berada didalam. Alat ini hampir sama dengan bentuk carocok hanya saja jebakannya bukan kayu yang dipasang tali, ttetapi kayu dipasang dimulut lobang tenpat binatang itu berada kemudian dibuat pematik dijalur lewat binatang kemudian kayu berbentuk jepit satu dibawah berfungsi menahan sedangkan yang satu ditarik ke atas dengan ditambah beban batu dan apabila binatang melewati jebakan dan pematik lepas maka kayu yang ada diatas akan terhempas menimpa badan atau kepala biantang tersebut sehingga binatang terjepit (terjepit=apit). Buku Palasar Palaya' Pasaroh. Kpg.Angkabakng Binua Soari, Sangah Tumila-Landak. hal.....153-154
-
-
Dayak Kanayatn; Ritual Makang; Makang adalah kegiatan berburu binatang dengan teknis mengunakan kearifan budaya, karena semua mahluk hidup yang ada di permukaan bumi ini memiliki sejarah dan kuasa. Berburu jenis ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu tergantung dengan kondisi dan kesiapan para pemburu, karena salah satu dari kelompok pemburu harus mengetahui secara baik bagaimana kearifan makang tersebut.
Makang hanya dapat dilakukan pada binatang buruan jenis “monyet” (kara' bhs Dayak Kanayatn) atau binatang yang hidupnya di atas pohon dan hidupnya sering berkelompok dalam jumlah yang besar. Kelompok pemburu harus sudah dapat memastikan kayu/pohon besar tempat dimana kelompok besar moyet banyak tidur, lokasi untuk melakukan hal tersebut memungkinkan, atas dasar itu mulai berbagi peran ada yang mengintai, ada yang melakukan persiapan lain termasuk kesiapan membawa alat musik seperti; gong dan tidak lupa anggota kelompok untuk mengamankan lokasi tempat monyet-monyet tersebut berada.
Setelah monyet ngumpul dalam satu tempat diatas pohon yang tinggi, kemudian ada yang mulai membunyikan gong dan bunyi-bunyian lainnya sehingga monyet tidak beranjak dari tempat itu, bahkan dalam anggota group melakukan ritual “jampi-jampi” membaca mantra menceritakan asal usul monyet sehingga mendengar hal itu monyet-monyet tersebut tidak sadar dan akhirnya jatuh ke tanah, pada saat itulah anggota berburu yang berkeliling mengitari pohon tersebut siap membunuh dengan memukul atau menembaknya. Bunyi-bunyian dari gong dan mantra yang dibacakan dari slaah satu anggota pemburu agar monyet yang ada di atas pohon tersebut tidak pindah, kondisi ini dapat berlangsung lama hingga dini hari. Buku Palasar Palaya’ Pasaroh Kpg.Angkabakng Binua Soari Sangah Tumila-Landak. Hal...142-143
-
Tentang cara berburu hewan buruan di udara yang menggunakan alat berupa senjata berburu.
-
Tentang cara berburu hewan buruan di udara yang menggunakan alat berupa perangkap.
-
-
-
Tentang cara menangkap hewan di sungai dan danau yang menggunakan alat berupa senjata berburu.
-
Tentang cara menangkap hewan di sungai dan danau yang menggunakan alat berupa perangkap.
-
-
Tentang cara dan istilah suku dayak dalam mengumpulkan bahan bahan makanan, obatan, perumahan dll.
-
-
Tentang salah satu aktivitas utama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat suku dayak dengan berladang yang dalam kegiatan berladang tersebut tidak terlepas dari adat istiadat dan identitas dari suku dayak yang arif dalam mengelola dan melestarikan hutan-tanah-air.
Dayak Kayong; Adat Panggol Dayak Kayong
Tradisi berladang merupakan tradisi yang tidak dapat dipisahkan dari orang Dayak, termasuklah subsuku Dayak Kayong yang tinggal di Kecamatan Nanga Tayap, bagian Selatan Kabupaten Ketapang.
Dalam tradisi ini, masyarakat Dayak Kayong sejak awal hingga akhir selalu mengutamakan kearifan lokal serta selalu minta petunjuk kepada Dewate (Tuhan dalam bahasa Kayong). Salah satunya lewat ritual Adat Panggol, yakni adat meminta izin supaya tanah dapat ditobas/ditajak, aek dapat di tube (bisa mengelola tanah untuk dijadikan ladang).
Menurut Keraton Ladon (78), salah seorang masyarakat adat Kampung Tebuar yang masih kuat dan taat dengan kegiatan berladang, bahwa sebelum memulai adat panggol terlebih dahulu harus survei lahan dan serta mencari tanda-tanda alam dan lewat mimpi. Atas dasar hasil survei lahan, mimpi dan tanda-tanda alam itulah baru bisa menentukan perlu tidaknya adat panggol dilaksanakan.
“Tidak semua tanah harus di panggol (beradat panggol),” ujar Urang Kaye, Paul (75) salah satu dukun panggol Dayak Kayong. Adapun ciri tanah yang harus di panggol diantaranya, ada mata air yang keluar dari dalam tanah (sumpetan segare), mata air yang bergemuruh di dalam tanah (rapon sekoleng), ada semacam danau kecil (lelonok), ada tanah yang mirip seperti kuburan (tanah bangkai), kuburan tua (tuhe), batu bosar keraye tinggi (batu dan kayu besar), tanah berlobang. Demikian ungkap Urang Kaye, Paul menjelaskan.
Selain ciri-ciri tersebut, ketika mensurvei lahan dan malamnya kita bermimpi bertemu dengan kumpulan rusa, kumpulan kambing, patah parang, patah gigi, hilang baju, ketulangan, dan bertemu dengan kampung orang, maka tanah yang akan dijadikan lokasi perladangan tersebut harus di panggol. Dan ketika survey lokasi ladang kita menemukan tanda-tanda alam seperti mendengar bunyi burung sesaket, bunyi rusa (kanjani ruse), bunyi kijang (hok kijang), dan bunyi burung tebelangkeng, maka tanah itu juga harus di panggol.
Adapun mimpi yang bagus saat kita survey sehingga kemudian lahan tersebut dapat dijadikan ladang adalah mimpi memanjat sandung (tiang kuburan) tinggi, memanjat buah-buahan, dan mimpi menaiki kuburan.
Untuk melaksanakan adat ini, seorang dukun panggol memerlukan beberapa peralatan untuk beradat, yakni telur ayam satu biji, sirih dan kapur, rokok 1 batang, beliung (sejenis kapak), temiang tubu salah, tugal kayu simpor, air tuak, kayu pemulang sumpah, kayu karau, kayu gading, kayu sengkubak, kayu monang, dan kayu belungai laki.
Menurut Cenaga Damai, Domong Adat Kampung Tebuar, semua peralatan adat tersebut mempunyai arti tersendiri. “Tugal kayu simpor (sebagai pendingin tanah, pencolap aek), tujuannya supaya tanah subur. Kayu pemulang sumpah (guna menangkis sumpahan orang terhadap ladang kita), kayu karau, kayu gadeng, kayu sengkubak (untuk menangkis tanaman di ladang dari berbagai hama), dan kayu belungai laki untuk menangkis musuh-musuh,” ujarnya menjelaskan.
Prosesi adat panggol ini diawali dengan membaca mantra dan menyimpan peralatan adat tersebut di tepi lakau (ladang) oleh dukun adat panggol. Dalam mantranya, sang dukun akan meminta kepada penunggu tanah supaya pindah tempat ke tepi lakau, golak toleh pancong semiloh, golak toleh tinggang punggur kantong, poreng kayu, tibak sapar (supaya penunggu tanah tersebut tidak mendapatkan gangguan).
Selain perlengkapan adat, saat melaksanakan adat panggol ini sang pemilik ladang harus menyiapkan beras satu gantang (4 kg), satu ekor ayam, dan beliung sekeputengan (satu buah beliung), sebagai pembayar adat. Adat itu harus dibayar setelah selesai panen ladangnya, atau ketika sang dukun diperbolehkan menanam bibit padi sepuluh gantang.
Pemilik ladang yang melakukan adat panggol, ada pantang atau larangan yang di antaranya tidak boleh membelah kayu di atas tunggul, membunuh binatang di tengah ladang, membakar lauk di tengah ladang, makan di tanah, dan mengambil se-isi ladang sebelum terlebih dahulu menyimpannya ke pemanggol (tempat memanggol). Ketika pantang tersebut dilanggar, maka si pemilik ladang akan mendapatkan akibatnya (ladangnya gagal, atau sakit).
Hingga kini adat panggol masih sering dilaksanakan. Ini bukti begitu patuh dan hormatnya masyarakat Dayak Kayong terhadap Dewate dalam meminta izin untuk membuka lahan perladangan. V. Andi -
Tentang kegiatan bercocok tanam dalam hal berkebun seperti menanam karet, buah buahan, dsb. Dalam perspektif masyarakat suku dayak berkebun merupakan kelanjutan dari pengelolahan ladang, selain untuk memenuhi kebutuhan hidup berupa buah-buahan dan hasil kebun yang memang peruntukannya untuk di jual mis. Karet, tengkawang, dll. Kegiatan berkebun juga salah satu bentuk kearifan local masyarakat suku dayak dalam, menjaga kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati.
-
-
Tentang salah satu aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat suku dayak dengan memelihara hewan ternak, selain untuk kebutuhan konsumsi dan dijual hewan ternak juga untuk kebutuhan, penjagaan dan berburu (mis. anjing), adat istidat (mis. ayam dan babi),dll.
-
-